Seseorang baru saja berbicara kepada saya tentang sikap yang dilakukan temannya. Temannya dia secara diam-diam menjalin "persahabatan" dengan seorang pria yang belum terikat dalam tarbiyah dan bisa digolongkan sebagai sang hanif.
" Loh, dia bilang sudah nggak berhubungan lagi dengan dia?" tanyaku.
" Nggak tau juga deh. Dia bilang sih emang begitu. Tapi ada info dari sumber yang terpercaya kalau dia masih sering chatting lewat YM and fesbuk dengan pake emoticon yang..." seseorang itu menghentikan pembicaraan karena merasa tidak enak.
Ya, kabar ini kudapat jauh beberapa bulan yang lalu. Saat itu akhwat ini meminta pendapatku tentang seorang hanif tadi. Awal mulanya mereka berua adalah hanyalah aktivis kampus yang kemudian menjadi suka pada pandangan pertama. Tapi yang menjadi problem adalah sang hanif ini bukanlah orang pergerakan dan belum tarbiyah. Lalu kuberikan pendapat ada baikknya bagi dia untuk memilih pasangan hidup dari kalangan tarbiyah saja karena mungkin cara ini bisa dikatakan lebih aman. Bila dua orang yang sudah tarbiyah dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan maka Insya Allah visi dan misi mereka dalam membangun rumah tangga yang Islami sudah jelas.
" Tapi Bang, ikhwan ini mau kok aku suruh ngaji.Dan sekarang dia juga sudah mulai ngaji," akhwat itu mencoba memberikan argumennya.
" Ukhti, akan lebih aman bila antum mendapatkan ikhwan yang tarbiyah sama seperti antum. Bukankah itu bisa menjadi satu pilihan yang mungkin lebih aman ketimbang antum memilih ikhwan yang baru. Bila mendapatkan ikhwan yang dalam pergerakan yang sama dengan kita Insya Allah segala masalah bisa diselesaikan dengan baik," ujarku memberikan saran.
Dan setelah itu memang akhwat itu memutuskan untuk tidak meneruskan "persahabatan" nya dengan sang hanif. Hingga kuterima kabar yang kutulis di kalimat awal.
Fenomena seperti ini memang sudah sering kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Banyak sekali ikhwan dan akhwat yang dengan alasan mengikuti perkembangan mode, mencoba untuk menghias dirinya (gapura kali dihias...hehehe). Aku sendiri tidak mempermasalahkan itu karena menurutku sih sah-sah saja mempercantik diri. Tapi akhirnya ada beberapa orang yang kebablasan. Terjebak dalam tabarruj yang berlebihan. Mungkin istilah anak sekarang adalah "lebay". Dengan dalih sekarang sudah zaman terbuka, berjalan berdua antara sesama aktivis ikhwan dan akhwat sudahlah menjadi lumrah. Menggulung-gulung jilbab (ngapain juga jilbab digulung ya?) sesuai mode menjadi syar'i dalam pandangan mereka. Hingga semula kulihat seorang akhwat yang berjilbab panjang dan anti celana panjang maka secara drastis memperpendek jilbabnya dan tak canggung lagi memakai celana panjang, baik itu celana bahan maupun jeans.
Terlepas dari itu semua, yang paling mengkhawatirkan bagiku adalah fenomena pacaran yang mulai menjangkiti para aktivis. Aku pernah memergoki seorang ikhwan dan akhwat berjalan bergandengan tangan di sebuah pusat perbelanjaan. Segera aku tabayyun ke teman alumni di almamaterku, mungkin saja mereka berdua sudah menikah. Tapi jawaban yang kudapati adalah sebaliknya. Atau kali lain aku pernah bertemu seorang akhwat yang sedang jalan bareng dengan seorang teman laki-lakinya yang bukan orang tarbiyah maupun pergerakan. Hingga akhirnya ujung-ujungnya mereka berdua menikah. Atau ada juga yang saking bebasnya pergaulan, pergi ke tempat-tempat yang dulu adalah tabu bagi aktivis sekarang menjadi lumrah. Aku pun tak memungkiri sering pergi ke bioskop bila ingin menonton film yang bagus, atau pergi foodcourt, dll. Tapi aku sering memilih bioskop yang jaraknya sangat jauh dri pusat aktivitasku. Misal, aku yang tinggal di Jakarta, memilih untuk pergi ke depok hanya sekedar penasaran ingin memonton film. Masih tersisa sedikit malu di hatiku bila aku bertemu dengan teman-temanku. (^__^)
Kembali lagi ke persoalan sang akhwat dan sang hanif, lalu dimana hasil tarbiyah yang telah tertempa selama beberapa tahun? Apakah dengan mudah cinta mengalahkan tarbiyah kita yang sudah kita pupuk selama bertahun-tahun. Ingatkah saat kita pertama kali memilih jalan yang berbeda dengan kebanyakan orang, yaitu jalan dakwah. Memutuskan untuk memakai jilbab, menutup aurat kita dan mengabdikan diri kita hanya untuk berjuang di jalan penuh rintangan ini. Kita mungkin pernah juga, baik secara ekstrim maupun persuasif, memperingati orang untuk tidak melakukan sesuatu hal yang tidak berguna dan laghwi, seperti pacaran, merayakan valentin, dll. Hingga kita pun bertekad ingin membentuk sesuatunya serba islami. Rumah tangga Islami, masyarakat islami dan negara Islami.
Lalu datanglah sepotong cinta di hati kita. Sepotong cinta yang menguji kematangan tarbiyah kita. Yang bisa menghasilkan dua pilihan bagi diri kita, cinta yang mengalahkan tarbiyah atau justru kematangan tarbiyah yang memendam perkembangan cinta. Semuanya pun memilih. Memilih dengan mengedepankan hujjah tarbiyah atau mengedepankan nafsu semata. Bagi mereka yang memilih mengedepankan tarbiyah ketimbang cinta semu semata, meyakinkan diri sendiri bahwa semua proses apapun itu harus mengedepankan redho Allah SWT. Hingga menemukan cinta pun memakai jalur yang benar. Menggunakan fasilitas tarbiyah untuk menemukan cinta yang sejati. Menjadikan tarbiyah sebagi pondasi dalam membangun cinta. Karena diri ini yakin bahwa Allah memilihkan jodoh untuknya. Hingga virus bernama cinta pun tak mampu untuk merobohkan dinding tarbiyah yang menghujam kuat.
Tapi bagi mereka yang memenangkan cinta atas tarbiyah, sesungguhnya seperti membangun tembok tinggi lalu menghancurkannya sendiri. Sebuah hasil jerih payah yang beberapa lama diusahakan lalu tiba-tiba seperti hilang tanpa bekas. Perasaan sedih sang Murobbi pun pasti ada untuk kita. Kemudian karena perasaan tidak enak perlahan-lahan mulai jarang datang tarbiyah. Sampai ujung terjadi pembiasaan untuk tidak tarbiyah hingga akhirnya dulu kita yang menginginkan berbeda dengan yang lain sekarang kita tak ada bedanya orang lain. Dan cinta pun mengalahkan tarbiyah. Tarbiyah kita. Tarbiyah yang menjadikan kita berbeda dengan orang lain pada umumnya.
Sekarang bila itu terjadi pada kita, seperti yang terjadi pada sang akhwat, akan memilih yang manakah kita? Maukah kita kembali menjadi kecil lagi dengan meninggalkan tarbiyah? Atau menjadi semakin besar dengan tidak terpengaruh sedikit pun dengan hal yang remeh temeh seperti cinta? Walaupun cinta anugerah tetapi bukankah lebih baik bila dia didatangkan pada waktunya nanti? Pada saat cinta itu sudah menjadi indah dan halal untuk dinikmati. Semua pilihan ada di dalam hati wahai akhi dan ukhti. Pilihan untuk menentukan jalan cinta kita. Menyemai cinta itu dengan penuh keredhoan Allah atau mulai memetik cinta itu hingga akhirnya dia akan menjadi layu pada saat seharusnya dinikmati? Wallahu'alam Bishowab.
Teringatlah aku akan sebuah keluhan seorang teman ketika dia menasehati saya tentang pernikahan. Dia seorang ikhwan, yang mempunyai istri "orang biasa" bukan akhwat. Dia menikahi istrinya tersebut pada saat dia dalam kondisi futur. Padahal ikhwan tersebut bisa dikatakan sebagai orang-orang yang paling awal dalam tarbiyah. Dia berpesan sedikit kepadaku.
" Lebih baik nanti antum mencari istri yang akhwat saja. Yang sama-sama tarbiyah. Jangan seperti ane. Sekarang ane kesulitan mengurus anak karena kita nggak satu visi,".
Aku hanya mengangguk dan menyimpan perkataan itu dalam hati.
Ya Allah, bila saatnya nanti kuinginkan pendamping hidup dari hasil tarbiyahku selama ini..
Jagalah hamba Ya Allah agar tidak mengorbankan tarbiyah ini hanya karena cinta sesaat...
Sesungguhnya, aku hanyalah hamba-Mu yang dhoif dan selalu salah jalan...
Bait lagu "Mengemis Kasih"nya The Zikr seolah terdengar lagi di diriku.
Tuhan dulu pernah aku menagih simpati
Kepada manusia yang alpa juga buta
Lalu terhiritlah aku di lorong gelisah
Luka Hati yang berdarah kini jadi kian parah
Semoga, aku, kamu, dan kita semua selalu istiqomah dengan tarbiyah ini. Amiinnn***(yas)
My work room, February 18, 2009
at 18.05 pm
2 comments:
good pic,...eh bro photo rumah gadang ntu kayaknya lokasinya deket rumah gw dikampung deh,.. asli mana lo bro,...
iya itu emang di padang, lupa nama lokasinya tapi yang pasti yang banyak sawahnya gtu deh.pokoknya keren banget dah tuh daerah, lembah anai bukan ya? lupa... tapi beneran padang tuh keren banget...kalo punya foto-foto padang yang lain minta dong. Seneng koleksinya
Post a Comment