Wednesday, September 8, 2010

ANDAIKAN RAMADHAN SEBUAH GUA

Suatu hari di tengah teduhnya cahaya matahari duduk melingkar para murid di bawah pohon menghadap ke guru mereka yang duduk tenang di atas sebuah batu. Siang menjelang sore itu para murid itu merindukan sebuah petuah dari sang guru bijak yang sudah sedikit sepuh itu.

" Setelah ini, pergilah para muridku mencari sebuah dengan ciri-ciri yang kusebutkan sebangai berikut..." suara tua itu masih terdengar tegas di telinga murid-muridnya. Guru itu pun menjelaskan ciri-ciri dari gua yang harus didatangi para muridnya. Para muridnya mendengarkan dengan seksama

" Jika kau sudah berada di dalam gua itu dan mendapatkan apa yang ada di dalamnya, maka bagi kalian yang mendapatkan banyak benda akan merasa menyesal, lalu bagi yang mendapatkan sedikit juga menyesal, dan yang tidak mendapatkan apa-apa juga akan menyesal," lanjut guru itu lagi. Beberapa murid berkerut kening mendengar penjelasan itu. Tanpa menjawab pertanyaan tak terucapkan dari para muridnya guru itu segera menyuruh para muridnya untuk bergegas pergi.

" Pergilah! Dan temukan gua itu. Ambil atau tidak benda yang ada di dalamnya," ucapnya terakhir kali sebelum para muridnya segera pergi meninggalkan guru tercintanya tersebut mencari sebuah misteri.

Singkat cerita gua itu pun berhasil ditemukan oleh para murid. Segera mereka bergerak masuk ke dalam gua tersebut.

" Wah, gelap sekali! Tidak terlihat apapun disini," salah seorang murid berkata di muka gua. Tanpa rasa takut mereka segera masuk ke dalam gua tersebut sesuai dengan petuah dari guru mereka.

Semakin ke dalam gua itu semakin gelap. Tidak ada tanda-tanda kehidupan apapun di dalam gua itu. Segalanya begitu gelap dan sunyi senyap. Mereka saling bertanya dalam hati, dimanakah gerangan benda yang dimaksud oleh sang guru itu. Semakin ke dalam yang ditemukan oleh mereka hanyalah kegelapan.

Tiba-tiba...

" Aku menginjak sesuatu!!" satu orang berteriak.

" Aku juga menginjak sesuatu!!" suara yang lainnya.

" Aku juga!!"

" Aku juga!!"

Suara-suara itu membahana saling sahut menyahut di dalam gua. Seketika gua menjadi ramai dengan teriakan-teriakan itu.

Tak lama semuanya terdiam. Berpikir sejenak apa yang mereka injak. Dan pikiran di otak mereka tergiring pada satu kesimpulan bahwa mungkin benda yang mereka injak adalah benda yang dimaksud oleh guru mereka.

Beberapa orang segera mengambil benda yang ada di bawah kaki mereka. Mereka mengambil dengan sebanyak-banyaknya. Memasukkannya ke kantong baju mereka, memasukkan ke dalam baju mereka dan menggenggam kuat di tangan mereka.

Beberapa yang lain juga mengambil benda yang tidak mereka ketahui itu. Tapi mereka hanya mengambil benda itu sekedarnya saja. Mereka mengambil yang mereka pikir perlu untuk diambil.

Beberapa orang sisanya hanya berdiam diri saja tidak mengambil apa-apa. Mereka hanya berdiri di dalam kegelapan dan enggan mengambil benda yang tidak mereka ketahui itu.

Ketika kelompok orang itu sempat berhenti seketika. Mereka teringat akan pesan dari guru mereka tentang mereka yang akan menyesal semua. Tapi pikiran itu segera ditepis oleh masing-masing.

Tak lama sesudahnya, para murid itu segera keluar dari gua. Cahaya di luar gua baru bisa memberikan kabar benda apa yang sesungguhnya mereka ambil. Benda-benda itu adalah mutiara yang tak ternilai harganya!

Melompat kegiaranganlah mereka yang mengambil mutiara itu sebanyak-banyaknya. Lalu mereka menyesal, andaikan mereka bisa mengambil mutiara itu lebih banyak lagi. Begitu juga dengan mereka yang mengambil mutiara itu secukupnya. Mereka senang tetapi juga menyesal, andaikan bisa mengambil mutiara itu dengan sebanyak-banyaknya.

Dan yang tentu saja mengalami penyesalan paling dalam adalah mereka yang tidak mengambil mutiara itu barang satu pun. Menyesali diri mereka dengan sedalam-dalamnya.

Semuanya lalu tersadar akan apa yang diucapkan oleh guru mereka. Mereka semua akan menyesal. Mereka yang mengambil benda dengan sebanyak-banyaknya, mengambil benda secukupnya, dan tak mengambil apapun semuanya berada dalam penyesalan. Ah, sekali lagi perkataan guru mereka terbukti benar. Tertatih mereka segera kembali menuju tempat guru mereka. Ingin mereka membenarkan apa yang telah dikatakan oleh sang guru.

Guru itu masih berada di tempat yang sama. Dia menanti murid-muridnya dengan penuh senyuman. Murid-murid sang guru pun segera membuat lingkaran seperti awal mereka sebelum berangkat.

" Guru, apa yang kau katakan benar adanya. Kami semua merasakan penyesalan," satu suara mengawali percakapan.

Guru itu tersenyum bijak. Dia hanya terdiam hingga suasana menjadi hening.

" Apa maksud ini semua guru?" satu suara mulai bertanya lagi. Guru itu sepertinya sudah menunggu seseorang untuk menanyakan hal yang telah mereka kerjakan.

" Maksud dari ini semua adalah tentang Ramadhan wahai muridku," sang guru memulai.

Murid-murid tercengang tak mengerti apa yang dimaksud oleh guru mereka.

" Ya, anadaikan Ramadhan itu sebuah gua. Gua yang pekat yang tak bisa terlihat. Lalu mutiara-mutiara itu adalah pahala yang bertaburan di dalam bulan Ramadhan." lanjut sang guru.

" Ketika kalian memasuki gua itu, sebagian ada yang mengambil mutiara itu sebanyak-banyaknya, sebagian ada yang mengambil secukupnya saja, dan sebagaian ada yang tidak mengambil apa-apa. Lalu pada ujungnya kalian semua merasakan penyesalan yang mendalam,".

Murid-murid mulai tertunduk mendengarkan petuah sang guru.

" Andaikan ramadhan itu sebuah gua, maka mutiara-mutiara itu adalah pahala yang bertebaran di bulan ini. Beberapa orang berupaya mengambil pahala sebanyak-banyaknya maka di akhir Ramadhan dia akan menyesal, andaikan dia bisa mengambil pahala dan beribadah lebih banyak lagi di bulan ini. Beberapa orang yang mengambil pahala sekadarnya saja di akhir Ramadhan, ketika mentari syahwal akan menjelang, dia akan menyesal, andaikan dia bisa meraih pahala lebih banyak bukan hanya sekadar saja," lanjut sang guru.

" Dan mereka yang tidak mengambil pahala apapun di bulan ini sungguh di ujung bulan ramadhan juga akan menyesal. Menyesal akan waktu yang telah mereka lewati dengan penuh kesia-siaan sehingga tidak ada pahala yang bisa mereka ambil. Mereka menyesal, andaikan mereka mendapatkan pahala walau hanya setitik saja. Dan semuanya akan mengalami penyesalan di bulan Ramadhan," pungkas sang guru.

Beberapa murid mulai meneteskan air mata mereka.

" Murid-muridku, ketika kita berada di bulan mulia ini maka manfaatkanlah bulan mulia ini dengan sebaik-baiknya. Ambillah pahala itu dengan sebanyak-banyaknya. Jangan sampai kalian menyesal di penghujungnya karena telah melewati bulan ini dengan sia-sia. Raihlah pahala yang bertebaran itu. Di setiap sudut pahala itu begitu mudah untuk kau dapatkan. Begitu banyak Allah menaruh pahala itu, semua itu disediakan untukmu. Untukmu, hamba yang paling dicinta oleh Penciptanya. Jangan sia-siakan pahala itu muridku," sebongkah kristal bening bermain di pelupuk mata sang guru.

Murid-murid menangis. Menagisi Ramadhan yang ada di hadapan mereka tetapi belum maksimal usaha yang mereka lakukan untuk meraih pahala yang begitu banyak tersedia.

Sore itu, senja lamat-lamat berubah menjadi lembayung jingga. Masih adakah kesempatan bagi hamba-Mu Ya Allah untuk meraih pahala di bulan mulia ini. Berikan kami kesempatan wahai Dzat Yang Tak Pernah Mengenal Siksa pada hamba yang dikasihi-Nya....***(yas)





Jakarta, 20 Ramadhan 1431 h / 30 Agustus 2010

@masjid Babbussalam di itikaf pertamaku

Ya Allah....kuingin selalu menjadi orang yang bersyukur

atas segala yang Kau berikan padaku....

Monday, May 31, 2010

Gaza Tidak Membutuhkanmu! (Santi Soekanto, dari Freedom Flotilla, 30 Mei 2010)

Di atas M/S Mavi Marmara, di Laut Tengah, 180 mil dari Pantai Gaza.
Sudah lebih dari 24 jam berlalu sejak kapal ini berhenti bergerak karena sejumlah alasan, terutama menanti datangnya sebuah lagi kapal dari Irlandia dan datangnya sejumlah anggota parlemen beberapa negara Eropa yang akan ikut dalam kafilah Freedom Flotilla menuju Gaza. Kami masih menanti, masih tidak pasti, sementara berita berbagai ancaman Israel berseliweran.
Ada banyak cara untuk melewatkan waktu – banyak di antara kami yang membaca Al-Quran, berzikir atau membaca. Ada yang sibuk mengadakan halaqah. Beyza Akturk dari Turki mengadakan kelas kursus bahasa Arab untuk peserta Muslimah Turki. Senan Mohammed dari Kuwait mengundang seorang ahli hadist, Dr Usama Al-Kandari, untuk memberikan kelas Hadits Arbain an-Nawawiyah secara singkat dan berjanji bahwa para peserta akan mendapat sertifikat.
Wartawan sibuk sendiri, para aktivis – terutama veteran perjalanan-perjalanan ke Gaza sebelumnya – mondar-mandir; ada yang petantang-petenteng memasuki ruang media sambil menyatakan bahwa dia “tangan kanan” seorang politisi Inggris yang pernah menjadi motor salah satu konvoi ke Gaza.

Activism
Ada begitu banyak activism, heroism…Bahkan ada seorang peserta kafilah yangmengenakan T-Shirt yang di bagian dadanya bertuliskan “Heroes of Islam” alias “Para Pahlawan Islam.” Di sinilah terasa sungguh betapa pentingnya menjaga integritas niat agar selalu lurus karena Allah Ta’ala.
Yang wartawan sering merasa hebat dan powerful karena mendapat perlakuan khusus berupa akses komunikasi dengan dunia luar sementara para peserta lain tidak. Yang berposisi penting di negeri asal, misalnya anggota parlemen atau pengusaha, mungkin merasa diri penting karena sumbangan material yang besar terhadap Gaza.
Kalau dibiarkan riya’ akan menyelusup, na’udzubillahi min dzaalik, dan semua kerja keras ini bukan saja akan kehilangan makna bagaikan buih air laut yang terhempas ke pantai, tapi bahkan menjadi lebih hina karena menjadi sumber amarah Allah Ta’ala.

Mengerem
Dari waktu ke waktu, ketika kesibukan dan kegelisahan memikirkan pekejaan menyita kesempatan untuk duduk merenung dan tafakkur, sungguh perlu bagiku untuk mengerem dan mengingatkan diri sendiri. Apa yang kau lakukan Santi? Untuk apa kau lakukan ini Santi? Tidakkah seharusnya kau berlindung kepada Allah dari ketidak-ikhlasan dan riya’? Kau pernah berada dalam situasi ketika orang menganggapmu berharga, ucapanmu patut didengar, hanya karena posisimu di sebuah penerbitan? And where did that lead you? Had that situation led you to Allah, to Allah’s blessing and pleasure, or had all those times brought you Allah’s anger and displeasure?
Kalau hanya sekedar penghargaan manusia yang kubutuhkan di sini, Subhanallah, sungguh banyak orang yang jauh lebih layak dihargai oleh seisi dunia di sini. Mulai dari Presiden IHH Fahmi Bulent Yildirim sampai seorang Muslimah muda pendiam dan shalihah yang tidak banyak berbicara selain sibuk membantu agar kawan-kawannya mendapat sarapan, makan siang dan malam pada waktunya… Dari para ‘ulama terkemuka di atas kapal ini, sampai beberapa pria ikhlas yang tanpa banyak bicara sibuk membersihkan bekas puntung rokok sejumlah perokok ndableg.
Kalau hanya sekedar penghargaan manusia yang kubutuhkan di sini, Subhanallah, di tempat ini juga ada orang-orang terkenal yang petantang-petenteng karena ketenaran mereka.
Semua berteriak, “Untuk Gaza!” namun siapakah di antara mereka yang teriakannya memenangkan ridha Allah? Hanya Allah yang tahu.

Gaza Tak Butuh Aku
Dari waktu ke waktu, aku perlu memperingatkan diriku bahwa Al-Quds tidak membutuhkan aku. Gaza tidak membutuhkan aku. Palestina tidak membutuhkan aku.
Masjidil Aqsha milik Allah dan hanya membutuhkan pertolongan Allah. Gaza hanya butuh Allah. Palestina hanya membutuhkan Allah. Bila Allah mau, sungguh mudah bagiNya untuk saat ini juga, detik ini juga, membebaskan Masjidil Aqsha. Membebaskan Gaza dan seluruh Palestina.
Akulah yang butuh berada di sini, suamiku Dzikrullah-lah yang butuh berada di sini karena kami ingin Allah memasukkan nama kami ke dalam daftar hamba-hambaNya yang bergerak – betapa pun sedikitnya – menolong agamaNya. Menolong membebaskan Al-Quds.
Sungguh mudah menjeritkan slogan-slogan, Bir ruh, bid dam, nafdika ya Aqsha… Bir ruh bid dam, nafdika ya Gaza!
Namun sungguh sulit memelihara kesamaan antara seruan lisan dengan seruan hati.

Cara Allah Mengingatkan
Aku berusaha mengingatkan diriku selalu. Namun Allah selalu punya cara terbaik untuk mengingatkan aku.
Pagi ini aku ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekedarnya – karena tak mungkin mandi di tempat dengan air terbatas seperti ini, betapa pun gerah dan bau asemnya tubuhku.
Begitu masuk ke salah satu bilik, ternyata toilet jongkok yang dioperasikan dengan sistem vacuum seperti di pesawat itu dalam keadaan mampheeeeet karena ada dua potongan kuning coklaaat…menyumbat lubangnya! Apa yang harus kulakukan? Masih ada satu bilik dengan toilet yang berfungsi, namun kalau kulakukan itu, alangkah tak bertanggung-jawabnya aku rasanya? Kalau aku mengajarkan kepada anak-anak bahwa apa pun yang kita lakukan untuk membantu mereka yang fii sabilillah akan dihitung sebagai amal fii sabilillah, maka bukankah sekarang waktunya aku melaksanakan apa yang kuceramahkan?
Entah berapa kali kutekan tombol flush, tak berhasil. Kotoran itu ndableg bertahan di situ. Kukosongkan sebuah keranjang sampah dan kuisi dengan air sebanyak mungkin – sesuatu yang sebenarnya terlarang karena semua peserta kafilah sudah diperingatkan untuk menghemat air – lalu kusiramkan ke toilet.
Masih ndableg.
Kucoba lagi menyiram…
Masih ndableg.
Tidak ada cara lain. Aku harus menggunakan tanganku sendiri…
Kubungkus tanganku dengan tas plastik. Kupencet sekali lagi tombol flush. Sambil sedikit melengos dan menahan nafas, kudorong tangan kiriku ke lubang toilet…
Blus!
Si kotoran ndableg itu pun hilang disedot pipa entah kemana…
Lebih dari 10 menit kemudian kupakai untuk membersihkan diriku sebaik mungkin sebelum kembali ke ruang perempuan, namun tetap saja aku merasa tak bersih. Bukan di badan, mungkin, tapi di pikiranku, di jiwaku.
Ada peringatan Allah di dalam kejadian tadi – agar aku berendah-hati, agar aku ingat bahwa sehebat dan sepenting apa pun tampaknya tugas dan pekerjaanku, bila kulakukan tanpa keikhlasan, maka tak ada artinya atau bahkan lebih hina daripada mendorong kotoran ndableg tadi.

Allahumaj’alni minat tawwabiin…
Allahumaj’alni minal mutatahirin…
Allahumaj’alni min ibadikas-salihin…

29 Mei 2010, 22:20
Santi Soekanto
Ibu rumah tangga dan wartawan yang ikut dalam kafilah Freedom Flotilla to Gaza Mei 2010.

dari Blog:
http://wisat.multiply.com/journal/item/315/Gaza_Tidak_Membutuhkanmu_Santi_Soekanto_dari_Freedom_Flotilla_30_Mei_2010?utm_source=cp&utm_medium=twitter-cp&utm_campaign=wisat

Friday, May 21, 2010

SORE DI DALAM BIS KOTA (bekasi-cililitan)

hmmm...begitu panas dan sumpek di dlm bis kota.Mana menjelang pintu tol tiba2 macet.Mana aku ngantuk.Ya udah tidur dlu aj deh...
FriendsterCode.Net, Free Friendster Code Resource, Friendster skins and Profile Customization,Create your own custom glitter text only with http://www.friendstercode.net/ - Image hosted by ImageShack.us