Perjalanan adalah sebuah garis lurus yang membentang di depan matamu. Kau tidak perlu berjalan terlalu ke arah kanan atau ke arah kiri. Kau cukup berjalan di tengah-tengah saja.
Monday, July 4, 2011
Memory Sabtu Malam
Aku masih ingat jalan-jalan yang selalu kutapaki tiap hari sabtu malam. Rute yang selalu sama yang tak pernah aku lupa. Bergegas berangkat dengan penuh semangat membara di dada. Berharap bertemu dengan teman-teman yang selalu menyambut dengan hangat. Mendengarkan tausiyah yang cukup untuk sebagai perbekalan bertempur seminggu ke depan. Taman-taman surga yang berhiaskan keindahan.
Walaupun aku seringkali datang terlambat, tapi selalu menyempatkan diri untuk datang ke pertemuan sabtu malam ini. Wajib hukumnya bagiku untuk datang. Akan ada rasa bersalah atau penyesalan mendalam jika aku tak menghadiri pertemuan itu tanpa alasan yang kurang jelas. Bagaimanapun kondisinya, bila tidak terlalu penting maka aku akan tinggalkan demi pertemuan sabtu malam ini.
Pernah suatu saat usai rihlah ke Kebun Raya Bogor bersama adik-adik sekolahku di SMAN 43 aku tertidur hingga bangun larut malam. Aku tertinggal pertemuan sabtu malam kala itu karena kelelahan. Aku merasa menyesal sekali tidak datang pertemuan itu. Aku ketinggalan suasana hangat yang selalu kurasakan tiap sabtu malam. Aku tertinggal jadwal men "charge" imanku.
Ya, pertemuan sabtu malam itu begitu kunanti sangat. Malam berangkat usai sholat Isya, menyusuri keindahan malam kota jakarta dengan kelap-kelip lampunya yang menyala di sepanjang jalan Rasuna Said. Kadang menikmati ketoprak sekadar pengisi perut. Atau melihat tingkah polah orang lain selama perjalanan.
Sesampainya di rumah tempat pertemuan itu dilaksanakan, ucapan salam menjadi begitu berarti bila yang kau berikan adalah saudaramu sendiri. Berjabat tangan menghancurkan dosa-dosa yang tidak terlihat, lalu mereka melapangkan majelis dan memberikan sebuah tempat untuk kita duduk. Nikmat persaudaraan mana lagi yang bisa kuingkari? Tak lupa segelas air mineral kemasan disodrokan kepadaku. Betapa indahnya persaudaraan.
Tak lama surat cinta penghubung Sang Khalik dengan ciptaannya terlantumkan dengan suara-suara yang penuh kerinduan. Bila ada yang keliru membaca maka sang saudara akan membetulkannya dengan penuh perhatian tanpa rasa sombong sedikit pun. Sebait untaian kata-kata bermakna yang diucapkan kurang lebih tujuh menit kemudian membuka cakrawala berpikir ku lebih luas lagi.
Selanjutnya, Sang Penghantar kebaikan pun hadir di tengah-tengah kami. Membacakan sebuah ayat yang berkesan lalu menjelaskan maknanya. Tanpa kita sadari kata-kata yang terlontarkan dari mulut nya merasuk ke dada kami. Ada yang membekas kuat, ada yang menerimanya sebagain, ada pula yang tak mengambilnya sama sekali. Semua tergantung dengan kondisi kami pada saat itu. Tapi apapun kondisi yang terjadi sungguh kata-kata itu selanjutnya menjadi bekal kami dalam mengarungi samudra kehidupan seminggu ke depan. Mungkin ia akan menjadi penguat di kala badai menghadang, atau ia akan menjadi pengubah airmata menjadi sebuah harapan.
Dan terakhir inilah yang selanjutkan akan memadukan hati-hati kami semakin erat. Qodhoya dan rawa'i. Sebuah forum untuk menyampaikan semua kegiatan yang sudah kita lakukan. Merangkum kehidupanmu selama 7 hari dalam beberapa menit saja. Semua mendengarkan dengan seksama disertai derai tawa dan senyum lebar jika mendengar kebahagian dari saudaramu. Bercerita tentang sebuah episode hidup yang bergulir seiring berjalannya waktu. Tak terasa waktu pun terus bergulir hingga berganti hari. Kemudian kami semua kembali ke rumah dengan bekal sesuai dengan yang kami ambil hari itu. Ada yang membawa banyak, ada yang setengah, ada yang sedikit dan ada yang tak membawa sama sekali.
***
Sekarang kurasakan semuanya sangat berbeda. Tak ada lagi sabtu malam yang "menggigit". Tak ada lagi bara yang bersemanyam di dalam sekam. Aku tak merasakan kegairahan yang sama di sabtu sore.
" Biar kita bisa tahajud,"
" Biar tidak kemalaman "
" Biar punya banyak waktu bersama keluarga "
" Sudah disepakati bersama "
" Subuh takut kesiangan "
Berbagai alasan terlontarkan. Aku sangat mempermasalahkan tenggang waktu yang terlalu sempit, terlebih untuk acara Qadhaya dan Rawa'i yang bahkan juga pernah tidak ada karena over limit. Oke, materi memang tersampaikan tetapi bukankah dengan bercerita akan lebih mengakrabkan suasana? Tidak hanya sekedar mendapatkan materi saja. Oh, aku benar-benar tidak mengerti.
Dan semuanya berimbas pada diriku dan beberapa teman yang lain. Sungguh tak ada semangat yang membara seperti dulu kala. Tak ada rasa bersalah bila tak hadir. Lebih memilih acara lain bila dibenturkan dengan jadwal pertemuan rutin. Aku sudah kehilangan moment dan suasana yang kuskai tiap sabtu malam itu.
Sekarang aku tak tahu bagaimana. Rasanya seperti mau tak mau. Tapi....ah aku benar-benar merindukan suasana sabtu malam itu. Benarkah sesudah pertemuan dipindahkan sabtu sore mereka tak pernah ketinggalan sholat subuh? enarkah sesudah sabtu sore mereka selalu sholat tahajud? Ah, aku tak bisa berpikir lebih keras. Tapi...entahlah...
Dan sekarang aku sungguh kehilangan memori-memori itu.
Jalan yang kulalui....
Cahaya yang berkelap-kelip...
Kehangatan sahabat....
Kesempatan bercerita....
Sekarang semuanya hanya tinggal memori. Aku rindu pertemuan sabtu malam. Sungguh aku rindu...***(yas)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment