Friday, August 14, 2009

SELAMAT JALAN BU USTADZAH...

“ Malam minggu kok masih ngaji sih, jang?”
Suara Bu Ustadzah itu terngiang lagi di telingaku. Pada malam itu aku sedang menyampar temanku untuk berangkat halaqoh bersama. Saat itu Bu Ustadzah sedang ada di dalam rumah karibku, bertemu dengan ibu temanku. Aku hanya menjawab pertanyaan Bu Ustadzah itu dengan seulas senyum.
Kuteringat lagi episode malam minggu itu. Sungguh tidak kusangka dan kuduga, siang tadi saat kumenulis catatan ini, Bu Ustadzah shalihah itu sudah pergi meninggalkan semuanya. Kembali kepada Allah SWT. Ada sebait kenangan yang ingin kutulis untuk mengenang beliau. Walaupun aku tidak pernah secara akrab mengenalnya tetapi ada sedikit kenangan yang mungkin bisa membuat kita semua teringat akan suatu pelajaran berharga yang selalu diingatkan oleh Rasulullah SAW, yaitu KEMATIAN.
“ Dan ingatlah pada penghancur segala kenikmatan dunia, yaitu kematian”
Malam itu, hari Kamis 6 Agustus 2009, seusai pulang mengajar privat dan mampir sebentar ke warnet, Aku berjalan menyusuri gang sempit menuju rumah teman akrabku. Pada saat aku ingin berbelok, di muka gang tampak banyak orang yang sedang berkerumul yang awalnya kumelihat tidak jelas apa yang mereka lakukan. Aku sempat menggerutu dalam hati pada orang-orang ini yang menurutku menghalangi jalanku saja (Astagfirulloh!). Namun setelah semakin mendekat pada pusat keramaian itu, aku baru menyadari bahwa keramaian itu tercipta karena ada seseorang yang sedang digotong menuju dokter umum yang memang letaknya tak jauh dari situ. Dua lelaki berbadan cukup besar itu tampak kewalahan menggotong orang itu. Beberapa Ibu-ibu mencoba untuk membantu dua laki-laki tersebut. Sekilas aku langsung melihat wajah orang yang digotong itu. Dia Bu Ustadzah. Tampak sekali tubuhnya lunglai dan tak berdaya. Dua lelaki itu memegang bagian bawah dan atas Bu Ustadzah. Anak perempuannya menemani di sampingnya.
“ Habis Isya tadi, Emak sesak nafas,” ujar anak perempuan Bu Ustadzah memberikan informasi pada para tetangga yang bertanya.
Sambil terus berjalan menuju rumah temanku yang letaknya bersebelahan dengan rumah Bu Ustadzah, aku ingat akan penyakit Bu Ustadzah itu. Pada waktu, aku dan teman-teman PKS DPRa Menteng Atas mengadakan Baksos dan pelayanan kesehatan di lapangan RW 013, tempat di mana Bu Ustadzah dan temanku berdomisili. Aku bertugas menjadi sie pendaftaran sekaligus pemeriksa tekanan darah. Saat itu di tengah keramaian para pengantri pelayanan kesehatan, dengan ditemani putrinya Bu Ustadzah datang dengan mulut yang terengap-engap. Temanku lalu menyampaikan pesan padaku bahwa putri Bu Ustadzah itu meminta izin agar ibunya diperiksa terlebih dahulu. Aku pun mempersilakannya. Karena kebanyakan para pengantri adalah murid-murid Bu Ustadzah, maka tidak ada yang protes akan keputusanku ini. Itulah yang kuingat tentang penyakit Bu Ustadzah.
Sesampainya di rumah temanku, aku menceritakan kejadian yang barusan kulihat. Setelah itu kami pun sibuk dengan pembicaraan yang lain.
Paginya, sekitar pukul 8, aku menerima SMS dari temanku yang mengabarkan bahwa Bu Ustadzah telah meninggal dunia! Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raji’un. Rasa tak percaya menyergapi diriku. Rasanya baru saja semalam aku masih melihat wajahnya, dan sekarang sudah meninggal dunia. Ya Allah, itukah rahasia ajal yang tidak pernah bisa ditebak-tebak? Sebuah misteri yang hanya diri-Mu yang mengetahuinya? Maha Suci Engkau Ya Allah, Tuhan Pemilik setiap nyawa manusia.
Aku sengaja menyempatkan diri untuk sholat Jum’at di Masjid dekat rumah temanku hari itu. Seusai sholat Jum’at, beramai-ramai jenazah Bu Ustadzah disholatkan oleh para jama’ah. Dan setelah itu beramai-ramai kami mengantarkan Bu Ustadzah menuju ke peristirahatan terakhirnya. Aku pun sempat mendapatkan kesempatan untuk mengusung kerandanya. Setelah tanah kering itu ditaburi bunga dan dibacakan doa, maka perlahan orang-orang beranjak pergi meninggalkan makam Bu Ustadzah dalam kesendirian. Sedih rasanya aku melihat. Mungkin kemarin, atau seminggu yang lalu Bu Ustadzah masih bisa bersenda gurau, beraktivitas, dan lainnya maka sekarang yang ada hanyalah keheningan dalam keabadian. Sungguh jalan hidup anak manusia tidak ada yang pernah terkira.
Sepanjang perjalanan pulang yang kukenang bersama dengan temanku hanyalah kenangan baik dari Bu Ustadzah. Seorang wanita yang berumur 60 tahunan. Seorang yang bila dalam keadaan sehat sangat enerjik dan ramah terhadap tetangganya. Seorang yang menangani pengajian ibu-ibu 2 RT sekaligus. Seorang simpatisan Partai Dakwah, yang tak pernah absen untuk ikut setiap kampanye ataupun acara aksi lainnya. Seorang yang ketika bertemu dengan temanku selalu menanyakan, “kapan Partai Dakwah mengadakan kampanye?” (akan selalu terkenang sekali perkataan itu ustadzah). Seseorang yang walaupun sudah ditinggal suaminya bertahun-tahun yang lalu tetapi tidak pernah bergantung kepada orang lain. Seseorang yang sangat mencintai Al-Qur’an dan tidak mau masyarakatnya buta oleh Al-Qur’an. Seseorang yang......Ah, masih banyak sekali Bu Ustadzah kebaikan yang bisa kukenang. Mungkin kata-kata di tulisan ini akan penuh dengan kebaikanmu jika aku menuliskannya.
Kematian adalah sesuatu yang pasti akan kita hadapi. Dimanapun dan kapanpun bisa saja terjadi. Tapi tidak ada yang tahu kapan itu akan terjadi. Semuanya adalah kembali pada Allah. Jujur saja, aku pun takut mati. Bukan hanya takut pada proses kematiannya itu sendiri, juga pada dosa-dosaku yang menggunung tinggi. Pada dosa yang selalu kulakukan setiap hari dan terus menerus. Ya Allah adakah kesempatan bagi hamba untuk menggerus semua dosa itu sebelum aku berpulang ke pangkuan-Mu? Hanya peristiwa Husnul Khatimah saja yang kuinginkan pada saat aku mengalami proses kematian. Lalu dalam kesendiranku di pusara bertanah merah basah, kuingin hanya kebaikan ku saja yang dikenang oleh orang-orang yang mengenalku. Tapi, kebaikan apa yang telah kuperbuat? Sepertinya kebaikan itu tersembunyi di antara tumpukan keburukan yang mendominasi hidupku. Ya Allah, hanya kepada-Mu lah aku berharap dosa dan keburukanku hanya Engkau dan diriku saja yang tahu. Ya Allah, selamatkanlah hidupku.

Selamat tinggal pada semua, berpisah kita selamanya
Kita tak sama nasib disana, baikkah atau sebaliknya
Berpisah sudah segalanya, yang tinggal hanyalah kenangan
Diiring doa dan air mata, yang pergi tak akan kembali lagi

Selamat jalan Bu Ustadzah. Simpatisan Partai Dakwah yang sangat disayangi para kader dan masyarakat. Semoga Allah melapangkan jalanmu untuk bertemu dengan-Nya. Semoga Allah juga mempermudah urusanmu di kehidupan setelah mati ini. Selamat jalan Bu Ustadzah…***(yas)


Jakarta, My Room, August 8, 2009
03.25 am
Semoga hanya kebaikan yang dikenang…

No comments:

FriendsterCode.Net, Free Friendster Code Resource, Friendster skins and Profile Customization,Create your own custom glitter text only with http://www.friendstercode.net/ - Image hosted by ImageShack.us