Suatu hari di tengah teduhnya cahaya matahari duduk melingkar para murid di bawah pohon menghadap ke guru mereka yang duduk tenang di atas sebuah batu. Siang menjelang sore itu para murid itu merindukan sebuah petuah dari sang guru bijak yang sudah sedikit sepuh itu.
" Setelah ini, pergilah para muridku mencari sebuah dengan ciri-ciri yang kusebutkan sebangai berikut..." suara tua itu masih terdengar tegas di telinga murid-muridnya. Guru itu pun menjelaskan ciri-ciri dari gua yang harus didatangi para muridnya. Para muridnya mendengarkan dengan seksama
" Jika kau sudah berada di dalam gua itu dan mendapatkan apa yang ada di dalamnya, maka bagi kalian yang mendapatkan banyak benda akan merasa menyesal, lalu bagi yang mendapatkan sedikit juga menyesal, dan yang tidak mendapatkan apa-apa juga akan menyesal," lanjut guru itu lagi. Beberapa murid berkerut kening mendengar penjelasan itu. Tanpa menjawab pertanyaan tak terucapkan dari para muridnya guru itu segera menyuruh para muridnya untuk bergegas pergi.
" Pergilah! Dan temukan gua itu. Ambil atau tidak benda yang ada di dalamnya," ucapnya terakhir kali sebelum para muridnya segera pergi meninggalkan guru tercintanya tersebut mencari sebuah misteri.
Singkat cerita gua itu pun berhasil ditemukan oleh para murid. Segera mereka bergerak masuk ke dalam gua tersebut.
" Wah, gelap sekali! Tidak terlihat apapun disini," salah seorang murid berkata di muka gua. Tanpa rasa takut mereka segera masuk ke dalam gua tersebut sesuai dengan petuah dari guru mereka.
Semakin ke dalam gua itu semakin gelap. Tidak ada tanda-tanda kehidupan apapun di dalam gua itu. Segalanya begitu gelap dan sunyi senyap. Mereka saling bertanya dalam hati, dimanakah gerangan benda yang dimaksud oleh sang guru itu. Semakin ke dalam yang ditemukan oleh mereka hanyalah kegelapan.
Tiba-tiba...
" Aku menginjak sesuatu!!" satu orang berteriak.
" Aku juga menginjak sesuatu!!" suara yang lainnya.
" Aku juga!!"
" Aku juga!!"
Suara-suara itu membahana saling sahut menyahut di dalam gua. Seketika gua menjadi ramai dengan teriakan-teriakan itu.
Tak lama semuanya terdiam. Berpikir sejenak apa yang mereka injak. Dan pikiran di otak mereka tergiring pada satu kesimpulan bahwa mungkin benda yang mereka injak adalah benda yang dimaksud oleh guru mereka.
Beberapa orang segera mengambil benda yang ada di bawah kaki mereka. Mereka mengambil dengan sebanyak-banyaknya. Memasukkannya ke kantong baju mereka, memasukkan ke dalam baju mereka dan menggenggam kuat di tangan mereka.
Beberapa yang lain juga mengambil benda yang tidak mereka ketahui itu. Tapi mereka hanya mengambil benda itu sekedarnya saja. Mereka mengambil yang mereka pikir perlu untuk diambil.
Beberapa orang sisanya hanya berdiam diri saja tidak mengambil apa-apa. Mereka hanya berdiri di dalam kegelapan dan enggan mengambil benda yang tidak mereka ketahui itu.
Ketika kelompok orang itu sempat berhenti seketika. Mereka teringat akan pesan dari guru mereka tentang mereka yang akan menyesal semua. Tapi pikiran itu segera ditepis oleh masing-masing.
Tak lama sesudahnya, para murid itu segera keluar dari gua. Cahaya di luar gua baru bisa memberikan kabar benda apa yang sesungguhnya mereka ambil. Benda-benda itu adalah mutiara yang tak ternilai harganya!
Melompat kegiaranganlah mereka yang mengambil mutiara itu sebanyak-banyaknya. Lalu mereka menyesal, andaikan mereka bisa mengambil mutiara itu lebih banyak lagi. Begitu juga dengan mereka yang mengambil mutiara itu secukupnya. Mereka senang tetapi juga menyesal, andaikan bisa mengambil mutiara itu dengan sebanyak-banyaknya.
Dan yang tentu saja mengalami penyesalan paling dalam adalah mereka yang tidak mengambil mutiara itu barang satu pun. Menyesali diri mereka dengan sedalam-dalamnya.
Semuanya lalu tersadar akan apa yang diucapkan oleh guru mereka. Mereka semua akan menyesal. Mereka yang mengambil benda dengan sebanyak-banyaknya, mengambil benda secukupnya, dan tak mengambil apapun semuanya berada dalam penyesalan. Ah, sekali lagi perkataan guru mereka terbukti benar. Tertatih mereka segera kembali menuju tempat guru mereka. Ingin mereka membenarkan apa yang telah dikatakan oleh sang guru.
Guru itu masih berada di tempat yang sama. Dia menanti murid-muridnya dengan penuh senyuman. Murid-murid sang guru pun segera membuat lingkaran seperti awal mereka sebelum berangkat.
" Guru, apa yang kau katakan benar adanya. Kami semua merasakan penyesalan," satu suara mengawali percakapan.
Guru itu tersenyum bijak. Dia hanya terdiam hingga suasana menjadi hening.
" Apa maksud ini semua guru?" satu suara mulai bertanya lagi. Guru itu sepertinya sudah menunggu seseorang untuk menanyakan hal yang telah mereka kerjakan.
" Maksud dari ini semua adalah tentang Ramadhan wahai muridku," sang guru memulai.
Murid-murid tercengang tak mengerti apa yang dimaksud oleh guru mereka.
" Ya, anadaikan Ramadhan itu sebuah gua. Gua yang pekat yang tak bisa terlihat. Lalu mutiara-mutiara itu adalah pahala yang bertaburan di dalam bulan Ramadhan." lanjut sang guru.
" Ketika kalian memasuki gua itu, sebagian ada yang mengambil mutiara itu sebanyak-banyaknya, sebagian ada yang mengambil secukupnya saja, dan sebagaian ada yang tidak mengambil apa-apa. Lalu pada ujungnya kalian semua merasakan penyesalan yang mendalam,".
Murid-murid mulai tertunduk mendengarkan petuah sang guru.
" Andaikan ramadhan itu sebuah gua, maka mutiara-mutiara itu adalah pahala yang bertebaran di bulan ini. Beberapa orang berupaya mengambil pahala sebanyak-banyaknya maka di akhir Ramadhan dia akan menyesal, andaikan dia bisa mengambil pahala dan beribadah lebih banyak lagi di bulan ini. Beberapa orang yang mengambil pahala sekadarnya saja di akhir Ramadhan, ketika mentari syahwal akan menjelang, dia akan menyesal, andaikan dia bisa meraih pahala lebih banyak bukan hanya sekadar saja," lanjut sang guru.
" Dan mereka yang tidak mengambil pahala apapun di bulan ini sungguh di ujung bulan ramadhan juga akan menyesal. Menyesal akan waktu yang telah mereka lewati dengan penuh kesia-siaan sehingga tidak ada pahala yang bisa mereka ambil. Mereka menyesal, andaikan mereka mendapatkan pahala walau hanya setitik saja. Dan semuanya akan mengalami penyesalan di bulan Ramadhan," pungkas sang guru.
Beberapa murid mulai meneteskan air mata mereka.
" Murid-muridku, ketika kita berada di bulan mulia ini maka manfaatkanlah bulan mulia ini dengan sebaik-baiknya. Ambillah pahala itu dengan sebanyak-banyaknya. Jangan sampai kalian menyesal di penghujungnya karena telah melewati bulan ini dengan sia-sia. Raihlah pahala yang bertebaran itu. Di setiap sudut pahala itu begitu mudah untuk kau dapatkan. Begitu banyak Allah menaruh pahala itu, semua itu disediakan untukmu. Untukmu, hamba yang paling dicinta oleh Penciptanya. Jangan sia-siakan pahala itu muridku," sebongkah kristal bening bermain di pelupuk mata sang guru.
Murid-murid menangis. Menagisi Ramadhan yang ada di hadapan mereka tetapi belum maksimal usaha yang mereka lakukan untuk meraih pahala yang begitu banyak tersedia.
Sore itu, senja lamat-lamat berubah menjadi lembayung jingga. Masih adakah kesempatan bagi hamba-Mu Ya Allah untuk meraih pahala di bulan mulia ini. Berikan kami kesempatan wahai Dzat Yang Tak Pernah Mengenal Siksa pada hamba yang dikasihi-Nya....***(yas)
Jakarta, 20 Ramadhan 1431 h / 30 Agustus 2010
@masjid Babbussalam di itikaf pertamaku
Ya Allah....kuingin selalu menjadi orang yang bersyukur
atas segala yang Kau berikan padaku....